Minggu, 29 Juni 2014

Haruskan Bersedih Dan Berputus Asa?

Seperti melihat gelas yang hanya separuh berisi air, sisanya kosong. Ungkapan ini kerap diibaratkan sebagai cara pikir orang yang mudah putus asa, gampang kecewa. Selalu melihat sisi tidak sempurna, dan cenderung menilai dari sudut yang justru kurang. Kehidupan pasti tidak sempurna dan pasti ada yang kurang. Tapi sebenarnya, kita bisa melihat dari sisi lain. Memandang dari sisi yang ada, yang kita punya, yang lebih.

Tidak masalah gelas tersebut setangah isi atau setengah kosong. dengan bersyukur kita masih dapat terseyum karena masih ada sisa air di gelas tersebut. 
(gambar: http://www.nuzulromadona.com/2013/06/bagaimana-pandanganmu.html)

Mungkin kita merasa tidak memiliki cara pandang seperti itu. Tapi sebenarnya, saat harus menghadapi masalah, di situlah seseorang memandang peristiwa. Ketika mengalami peristiwa yang sama sekali tidak ingin dialami, banyak orang justru melihatnya dari sisi yang membuatnya bersedih, kecewa, sebagian putus asa.Inti dari keputusasaan adalah tidak adanya rasa syukur. Inti dari kesedihan adalah tidak adanya baik sangka kepada Allah. Inti dari betapa mudahnya kita gelisah, karena kurang nya kepercayaan kita kepada janji-janji Allah swt. Sebab orang bersyukur, pasti akan melihat banyak kemudahan, kenikmatan, kebahagiaan yang patut disyukuri. Bukan melihat pada kesulitan, kesedihan, dan ketiadaan yang membuatnya putus asa. Orang yang selalu berbaik sangka kepada Allah, akan melihat semua yang terjadi memilki rahasia kebaikan yang Allah berikan. Apapun kesulitan dan kepahitan hidup, dirasakan sebagai sesuatu yang tidak begitu bearti karena yakin akan kebaikan yang Allah beri dibaliknya. Orang yang mudah gelisah, mudah khawatir, tidak tenang hatinya, adalah karena ia tidak merasakan kebersamaan dengan Allah swt. Merasa tidak bersama Allah, sama artinya tidak memiliki sandaran, tidak punya perlindungan, tidak ada yang diharapkan.


Kuatakan hati mu dengan berdoa, karena Allah memberikan media perjumpaan dengan-Nya melalui Berdoa
(gambar:  http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/01/09/lxjafi-doa-dan-optimisme)

Cermin perasaan kita, sebenarnya bisa memunculkan peristiwa. Perhatikanlah sabda Rasulullah saw, dalam sebuah hadist Qudsi, Allah berfirman, “aku sesuai dengan perasaan hamba-Ku. Maka berprasangkalah kepada-Ku apa saja yang hamba-Ku mau.” Hadist ini mengungkapkan sikap optimis dan baik memandang semua persoalan, sebagai janji Allah swt kepada kita mampu menumbuhkan prasangka yang baik kepada-Nya. Perhatikan lagi perkataan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah.”Jika ada orang beranggapan bahwa Allah takkan menolong orang yang menolong agama-Nya, dan takkan memenangkan agama-Nya, bearti dia berburuk sangka kepada Allah.” Atau juga perkataan Ibnul Mas’us radhiallahu anhu, “Dosa yang paling besar adalah menyekutukan Allah swt dan putus asa dari kasih sayang Allah”

Begitu indahnya, memperhatikan bagaimana Allah swt menuntun jiwa kita untuk selalu ada dalam situasi yang tenang, jahu dari kesedihan, tidak gelisah, tidak mudah kecewa. Dalam Al-Quran ajakan untuk bersikap optimis dalam melewati ragam masalah itu, kadang dimuat dalam redaksi anjuran agar merasakan akan adanya kebaikan dan kasih sayang-Nya. Terkadang berupa larangan bersedih bahkan menganggap keputusasaan itu sebagai perilaku orang-orang kafir atau orang yang tersesat. Terkadang berupa redaksi yang menganjurkan kita berhusnuzahan kepada Allah swt.

Ketika Al-Quran membicarakan tentang perkataan Malaikat pada Ibrahim alaihissalam “fa laa takun minal qaanithiin” (dan janganlah engkau termasuk orang-orang yang putus asa) dalam surah Al Hijr ayat 55. Ayar selanjutnya menegaskan “Qoola wa man yagnut min rahmati Rabbihi illa dh dholluun” (dan ia berkata, siapa yang berputus asa dari rahmat Rabb-Nya, kecuali orang-orang yang sesat). Ketika nabiyullah yakub alaihissalam mengutus anak-anaknya untuk mencari Yusuf alaihissalam, ia mengatakan, “wahai anakku pergilah dan carilah Yusuf dan saudaranya, dan janganlah putus asa dari kasih sayang Allah. Sesungguhnya tidak putus asa dari rahmat Allah kecuali kaum kafir” (Q.S. Yusuf : 87)

Gunakan rumas "man jadda wa jada"
(gambar: http://meeeeeeblog.blogspot.com/2014/01/optimis.html)

Memandang sesuatu dari sudut padang yang membuat kita semangat, optimis, tidak mudah bersedih dan takkan pernah putus asa, disebut dalam bahasa arab dengan at tafaa-ul. Sebagian ulama mendefinisikannya dengan, hadirnya perasaan akan datangnya kebaikan, kebahagian, kesenangan, dan terhindar dari situasi yang membuat sakit dan tidak suka. Rasa seperti ini bila kita miliki akan memacu kemampuan berpikir, memperkuat semangat dan keyakinan untuk melewati beragam persoalan dengan sukses dan lebih baik. Masalahnya sekarang bagaiman kita memiliki pilar-pilar tafaa-ul itu. Para ulama merumuskan tiga pilar, yakni pilar meras bersama Allah (al itisyay’ar bi ma’iyatillah), pilar ber-husnuzhan kepada Allah, dan Pilar Syukur serta Sabar. Mari miliki pilar-pilar itu, dan hidup kita inshaAllah akan lebih sukses dan bahagia


Selesai ditulis kembali, 1 ramadan 1435 (30 Juni 2014) jam 14.33 wib
@gedung MQTV Lantai III Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar