Seperti melihat gelas yang hanya separuh berisi air, sisanya
kosong. Ungkapan ini kerap diibaratkan sebagai cara pikir orang yang mudah
putus asa, gampang kecewa. Selalu melihat sisi tidak sempurna, dan cenderung
menilai dari sudut yang justru kurang. Kehidupan pasti tidak sempurna dan pasti
ada yang kurang. Tapi sebenarnya, kita bisa melihat dari sisi lain. Memandang dari
sisi yang ada, yang kita punya, yang lebih.
Tidak masalah gelas tersebut setangah isi atau setengah kosong. dengan bersyukur kita masih dapat terseyum karena masih ada sisa air di gelas tersebut.
(gambar: http://www.nuzulromadona.com/2013/06/bagaimana-pandanganmu.html)
(gambar: http://www.nuzulromadona.com/2013/06/bagaimana-pandanganmu.html)
Mungkin kita merasa tidak memiliki cara pandang seperti itu.
Tapi sebenarnya, saat harus menghadapi masalah, di situlah seseorang memandang
peristiwa. Ketika mengalami peristiwa yang sama sekali tidak ingin dialami,
banyak orang justru melihatnya dari sisi yang membuatnya bersedih, kecewa,
sebagian putus asa.Inti dari keputusasaan adalah tidak adanya rasa syukur. Inti
dari kesedihan adalah tidak adanya baik sangka kepada Allah. Inti dari betapa
mudahnya kita gelisah, karena kurang nya kepercayaan kita kepada janji-janji Allah
swt. Sebab orang bersyukur, pasti akan melihat banyak kemudahan, kenikmatan,
kebahagiaan yang patut disyukuri. Bukan melihat pada kesulitan, kesedihan, dan
ketiadaan yang membuatnya putus asa. Orang yang selalu berbaik sangka kepada
Allah, akan melihat semua yang terjadi memilki rahasia kebaikan yang Allah
berikan. Apapun kesulitan dan kepahitan hidup, dirasakan sebagai sesuatu yang
tidak begitu bearti karena yakin akan kebaikan yang Allah beri dibaliknya. Orang
yang mudah gelisah, mudah khawatir, tidak tenang hatinya, adalah karena ia
tidak merasakan kebersamaan dengan Allah swt. Merasa tidak bersama Allah, sama
artinya tidak memiliki sandaran, tidak punya perlindungan, tidak ada yang
diharapkan.
Kuatakan hati mu dengan berdoa, karena Allah memberikan media perjumpaan dengan-Nya melalui Berdoa
(gambar: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/01/09/lxjafi-doa-dan-optimisme)
Cermin perasaan
kita, sebenarnya bisa memunculkan peristiwa. Perhatikanlah sabda Rasulullah
saw, dalam sebuah hadist Qudsi, Allah berfirman, “aku sesuai dengan perasaan
hamba-Ku. Maka berprasangkalah kepada-Ku apa saja yang hamba-Ku mau.” Hadist ini
mengungkapkan sikap optimis dan baik memandang semua persoalan, sebagai janji
Allah swt kepada kita mampu menumbuhkan prasangka yang baik kepada-Nya. Perhatikan
lagi perkataan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah.”Jika
ada orang beranggapan bahwa Allah takkan menolong orang yang menolong
agama-Nya, dan takkan memenangkan agama-Nya, bearti dia berburuk sangka kepada
Allah.” Atau juga perkataan Ibnul Mas’us radhiallahu anhu, “Dosa yang paling
besar adalah menyekutukan Allah swt dan putus asa dari kasih sayang Allah”
Begitu indahnya,
memperhatikan bagaimana Allah swt menuntun jiwa kita untuk selalu ada dalam
situasi yang tenang, jahu dari kesedihan, tidak gelisah, tidak mudah kecewa. Dalam
Al-Quran ajakan untuk bersikap optimis dalam melewati ragam masalah itu, kadang
dimuat dalam redaksi anjuran agar merasakan akan adanya kebaikan dan kasih
sayang-Nya. Terkadang berupa larangan bersedih bahkan menganggap keputusasaan
itu sebagai perilaku orang-orang kafir atau orang yang tersesat. Terkadang berupa
redaksi yang menganjurkan kita berhusnuzahan kepada Allah swt.
Ketika Al-Quran
membicarakan tentang perkataan Malaikat pada Ibrahim alaihissalam “fa laa takun minal qaanithiin” (dan
janganlah engkau termasuk orang-orang yang putus asa) dalam surah Al Hijr ayat
55. Ayar selanjutnya menegaskan “Qoola wa
man yagnut min rahmati Rabbihi illa dh dholluun” (dan ia berkata, siapa
yang berputus asa dari rahmat Rabb-Nya, kecuali orang-orang yang sesat). Ketika nabiyullah
yakub alaihissalam mengutus
anak-anaknya untuk mencari Yusuf alaihissalam,
ia mengatakan, “wahai anakku pergilah dan carilah Yusuf dan saudaranya, dan
janganlah putus asa dari kasih sayang Allah. Sesungguhnya tidak putus asa dari
rahmat Allah kecuali kaum kafir” (Q.S. Yusuf : 87)
Gunakan rumas "man jadda wa jada"
(gambar: http://meeeeeeblog.blogspot.com/2014/01/optimis.html)
Memandang
sesuatu dari sudut padang yang membuat kita semangat, optimis, tidak mudah
bersedih dan takkan pernah putus asa, disebut dalam bahasa arab dengan at tafaa-ul. Sebagian ulama
mendefinisikannya dengan, hadirnya perasaan akan datangnya kebaikan,
kebahagian, kesenangan, dan terhindar dari situasi yang membuat sakit dan tidak
suka. Rasa seperti ini bila kita miliki akan memacu kemampuan berpikir,
memperkuat semangat dan keyakinan untuk melewati beragam persoalan dengan
sukses dan lebih baik. Masalahnya sekarang bagaiman kita memiliki pilar-pilar tafaa-ul itu. Para ulama merumuskan tiga
pilar, yakni pilar meras bersama Allah (al
itisyay’ar bi ma’iyatillah), pilar ber-husnuzhan
kepada Allah, dan Pilar Syukur serta Sabar. Mari miliki pilar-pilar itu, dan
hidup kita inshaAllah akan lebih sukses dan bahagia
Selesai ditulis kembali, 1 ramadan 1435 (30 Juni 2014) jam 14.33 wib
@gedung MQTV Lantai III Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar